19:33 | Nama Pohon Andalas Diambil Jadi Nama Pulau Sumatera - 19:32 | Kabut Asap Berdampak Ke Sumatera Barat - 19:32 | Bupati Irdinansyah Ajak Masyarakat Hindari Dampak Buruk Kabut Asap - 19:32 | 45 Anggota DPRD Bengkalis Resmi Dilantik - 19:31 | Bupati Amril Hadiri Pelantika Anggota DPRD Bengkalis Masa Jabatan 2019-2024
Rabu, 24 April 2024
Follow:
OPINI
SISTIM OUTSOURCING DALAM KONTEK HUBUNGAN INDUSTRIAL
Senin, 02/06/2014 - 17:14:42 WIB
TERKAIT:
   
 

Oleh: Bambang Priyanto.SH

I.PENDAHULUAN
 
Perkembangan  Hukum ketenagakerjaan di Indonesia  tidak lepas dari perkembangan hukum ketenagakerjaan International , International Labour Organization (ILO)  secara ketat akan mengontrol Negara-negara yang telah melakukan rativikasi hukum ketenagakerjaan/perburuhan  yang berlaku bagi semua Negara -negara yang ada di dunia ini , termasuk  Indonesia .

 Negara-negara yang telah merativikasi konvensi ILO tentu akan dikontrol secara ketat oleh ILO terhadap segala perlakuan terhadap pekerja/buruh dinegara tersebut . Begitu juga dengan Negara kita Indonesia dalam setiap mengeluarkan produk Hukum ketenagakerjaan/perburuhan tentu  selalu mendapat asistensi dari ILO melalui perwakilan ILO di Jakarta

Pemerintah Indonesia dari tahun ketahun juga mengalami perkembangan dalam memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh,namun demikian segala bentuk kebijakan dan aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tentu tidak luput dari pengaruh politik Negara saat itu , sehingga otomatis Negara yang belum mengalami kemapanan dalam bidang perekonomian tentu kebijakan yang dikeluarkan  akan mengalami sedikit instabilitas  bahkan pengaruh dari luar sangat kentara ,ambil contoh pada saat Indonesia masih dililit hutang dengan International  Moneter Found (IMF) maka kebijakan perekonomian yang dikeluarkan oleh pemerintah senantiasa dibawah bayang-bayang IMF  dapat kita ilustrasikan  pada waktu itu IMF mendorong pemerintah Indonesia segera mengeluarkan percepatan dalam pengembalian hutang,sehingga kebijakan pemerintah pada masa itu  membuka pintu lebar-lebar infestor asing untuk melakukan investasi di Indonesia atau melakukan Joint  venture dengan mitra dalam negeri sehingga pemerintah memberikan izin pembukaan perusahaan-perusahaan yang memakai bahan baku alam seperti industri pulp, industri mouldding, plywood dan lain sebagainya, begitu juga diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan infestasi pembukaan kebun kelapa sawit baik dilahan bekas HPH  non Gambut maupun yang berada diatas lahan Gambut , kebijakan pemerintah saat itu sah-sah saja namun jika kita lihat kondisi saat ini dimana terjadi pemanasan Global dan masyarakat dunia menuding Indonesia sebagai perusak Hutan Alam dan perusak hutan dilahan Gambut yang berakibat terjadi pemanasan Global (Global Warming). Kebijakan Pemerintah masa itu juga tidak luput peran asing yang mendorong pemerintah Indonesaia membuat kebijakan seperti itu.

Kala itu kebijakan pemerintah masih dianggap Oke-Oke saja , tapi jika ditilik kondisi saat ini tentu akan sebaliknya pemerintah tidak berpihak kepada kelestarian hutan .

Begitu juga dibidang perburuhan pemerintah bersama DPR  antara lain telah mengundangkan Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 ,yang kala itu dianggap menguntungkan pekerja oleh kalangan Pengusaha , namun ditengah perjalanan para pekerja/buruh merasa dirugikan dengan klausula-klausula  yang oleh pekerja/buruh dianggap merugikan seperti pengaturan masalah pemborongan  pekerjaan dan penyedia jasa pekerjaan atau yang dikenal saat ini dengan istilah outsourcing.

Terminologi outsourcing sebenarnya hanya dikenal  dalam KUH Perdata tepatnya pada pasal 1601 b yang mengatur  perjanjian dimana pihak (pertama) pemborong mengikatkan diri untuk membuat  suatu kerja tertentu bagi pihak lain ,yang memborong dengan menerima bayaran tertentu.  Secara politik "Outsourcing dikembangkan untuk membuka lapangan  usaha bagi para usaha kecil  dan menengah  serta pemerataan kesempatan berusaha, sehingga pada saat itu muncul istilah Bapak angkat dibidang usaha.

Outsourcing  menimbulkan pertentangan ketika praktek outsourcing  sengaja dimaksudkan untuk menekan biaya pekerja/buruh sedemikian rupa sehingga perlindungan dan syarat kerja yang diberikan jauh dibawah  dari yang diberikan kepada pekerja  atau buruh tetap.

Praktek-praktek seperti ini yang  menjadikan kalangan serikat pekerja/serikat buruh  terkooptasi dengan pemikiran bahwa Outsourcing tidak memberikan perlindungan yang memadai terhadap pekerja ,istilah yang ekstrim  Outsourcing identik dengan perbudakan modern.

II. Landasan Hukum

1.    Pengaturan Outsourcing  yang secara explicit tidak tertera dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 ,namun secara implicit tertera dalam Pasal 64,65  dan 66
.
III. UNTUNG RUGI OUTSOURCING

Praktek Outsourcing  dalam bahasa Undang-Undang yang dimaksudkan  agar ada perangkat Hukum untuk mengaturnya ,kondisi ini akan berjalan dengan baik sepanjang  adanya kesadaran semua pihak dengan penuh tanggung jawab  untuk memenuhi dan melaksanakan tidak saja isi tapi juga  perlu adanya semangat dan tanggung jawab bersama .Kalangan pekerja/buruh memandang Outsourcing tidak lebih dari istilah  bentuk exploitasi sementara pandangan kalangan pengusaha punya anggapan outsourcing  sebagai hal yang wajar-wajar saja  Alasan pengusaha  menganggap outsourcing sebagai hal yang wajar-wajar dengan pertimbangan  outsourcing diserahkan pada ahlinya ,hal ini punya pertimbangan  proses dan mekanisme  menjadi lebih efisien ,penyelesaian pekerjaan menjadi lebih professional dan hasil akhir  memuaskan pelanggan (Konsumen) . Ambil contoh  Dalam manajemen logistic kita   salah satu perusahaan  Petrokimia  Nusantara melakukan outsourcing  pada TNT Logistik Indonesia pada saat melakukan Distribusi pemasarannya, Perusahaan Petrokimia itu sendiri focus pada produksi Petrokimia, sementara perusahaan konsentarasi pada produksi Petrokimia atau focus pada produk utamanya sementara untuk distribusi  ke konsumen diserahkan /dioutsourcingkan pada perusahaan lain .

Namun Outsourcing  yang tidak layak dilihat dari sisi business  menurut definisi Barney apabila perusahaan  memenuhi empat unsure yaitu :
1.   Perusahaan  mempunyai nilai (Valuable),
2.   Hasil produksinya Jarang terdapat di pasaran ( Rare)
3.   Produknya sulit  untuk diimitasi /dijiplak perusahaan lain
4. Sulit digantikan untuk mendapatkan/menghasilkan kinerja yang terbaik, Artinya perusahaan yang bergerak pada sektor tertentu  dan memenuhi empat syarat tersebut diatas maka tidak layak untuk mengoutsourcingkan pekerjaannya .

Namun begitu ditelusuri kenapa perusahaan tersebut mengoutsourcingkan pekerjaanya ,mereka menjawab  bahwa perusahaan  ingin menciptakan lapangan pekerjaan seluas mungkin serta memberi peluang  bertumbuhnya pengusaha-pengusaha baru , mereka juga punya pandangan  pola outsourcing  yang dijalankannya  menjamin efisiensi demi meningkatkan daya saing perusahaannya. Tujuan perusahaan adalah aktivitas perusahaan bisa dicurahkan ke Core businessnya ,dengan pertimbangan apabila perusahaan konsentrasi pada bisnisnya maka daya saing menjadi tinggi dan akan menjamin  daya tahan perusahaan dalam persaingan global . Pola kerja Outsourcing  menjamin efisiensi dan daya kompetitif perusahaan  artinya Fixed cost berubah menjadi variable cost .

Alasan perusahaan dipandang dari sisi business  boleh-boleh saja dengan alasan tuntutan bisnis  tapi sikap perusahaan apabila dilihat dari sisi pandang pekerja/buruh  tentu jelas cukup merugikan  hal ini bisa terjadi karena pola kerja outsoucing ini memperlemah posisi pekerja/buruh. Perlindungan terhadap pekerja/buruh  dalam masalah hak dan pengupahan/kesejahteraan  menjadi sangat rentan dan lemah.

Kalangan Pekerja /Buruh  mempunyai anggapan yang skeptis ,posisi pekerja/buruh  sangat lemah dan tidak diuntungkan karena pekerja/buruh  hanya dibutuhkan pada saat menguntungkan sementara kalau sudah tidak efisien buruh tidak dipakai lagi , walhasil kepastian  masa depan dan hak-hak pekerja/buruh menjadi berkurang .

Pola kerja outsourcing  hanya dimafaatkan pengusaha sebagai trik atau strategi untuk melepaskan diri dari tanggung jawab dan kewajiban  tertentu apabila pekerja/buruh diakhiri hubungan kerjanya ,mengingat status hubungan kerja pekerja/buruh ini berstatus  PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu).

Sikap pekerja/buruh tentang skeptisnya Perlindungan pekerja /buruh outsourcing semestinya tidak perlu dibesar-besarkan  dengan pertimbangan ketentuan  Pasal 64 dan 65 ayat 3 dan 4 sudah cukup jelas , pasal 65 ayat 4  menyebut  "Perlindungan kerja dan syarat-syarat bagi pekerja/buruh sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku"    

Memang kita menyadari bahwa ketentuan yang ada dalam Pasal 59 ayat 2 Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 yang menyebutkan " Perjanjian kerja untuk waktu tertentu  tidak dapat diadakan untuk semua pekerjaan yang bersifat tetap" tapi praktek dilapangan kita melihat Tenaga Security , Tenaga Kasir, bahkan tenaga pembukuan di perbankkan  adalah tenaga yang keberadaanya selalu ada sepanjang perusahaan itu beroperasi , mereka menjadi tenaga kerja yang dioutsourcingkan" ,dengan demikian kriteria untuk pekerjaan yang dioutsourcing  dilihat dari sifat  yang sementara menjadi tidak relevan lagi, kenyataan dilapangan praktek outsoucing di sektor perbankan  sudah berlangsung lama bahkan muncul sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 .

IV. Peran Pegawai Pengawas

Untuk mendudukkan posisi outsoucing pada jalan yang benar artinya pekerja-buruh tidak dirugikan dan pengusaha melakukan tindakan outsourcing sesuai mekanisme dan aturan yang diatur dalam Undang-Undang 13 tahun 2003, maka peran pegawai pengawas sangat dominan dan penting , penegakan hukum dan pola pengawasan  semestinya dilakukan secara kontinyu ,khususnya pegawai pengawas yang berada di Kabupaten/Kota dimana posisi Locus delikti berada.

Semestinya Pengantar Kerja yang berada di Kabupaten/Kota melihat alur kerja dari Perusahaan yang akan melakukan Outsoursing sebelum mengeluarkan rekomendasi kepada perusahaan dimaksud .  Peran Pegawai Pengawas menjadi dominan ketika Perusahaan itu sudah efektif berjalan ,tindakan penegakan hukum semestinya  harus segera dijalankan ketika menemukan indikasi pelanggaran demi memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh .

V.  Kesimpulan

Praktek outsourcing yang menjadi silang pendapat semestinya harus dilakukan pembedaan,yaitu outsourcing terhadap pekerjaan  dan outsoucing pekerja, semestinya pekerja/buruh yang dioutsourcing  harus menerima harga yang tinggi, artinya pekerja/buruh  semestinya mendapat upah yang jauh diatas pekerja/buruh dengan status tetap.

Praktek outsoursing yang sudah menjadi tuntutan bisnis apabila dijalankan dengan benar  selain dapat mengatasi pengangguran juga memberi kemudahan bagi karyawan dengan status Perjanjian Kerja waktu tertentu (PKWT) atau lebih dikenal dengan status pekerja/buruh kontrak untuk mengatur keuangan yang didapatkan untuk masa depan mereka.

Semestinya perusahaan dengan pola outsourcing tetap memberikan perlindungan kepada pekerja/buruhnya ,jangan hanya berorientasi profit semata. Praktek Outsoursing disektor perbankan sudah menjalankan praktek ini dimana pekerja/buruh mendapatkan hak perlindungan berupa jaminan hari tua berupa pensiun ,semoga perusahaan lain juga memberika proteksi seperti ini.

Penulis: Bambang Priyanto.SH
                                                         


Telah dibaca sebanyak (2848) kali
Index Opini
SANKSI PELANGGAR HUKUM KETENAGAKERJAAN

UPAH MINIMUM PROVINSI RIAU TAHUN 2020

JURNALISTIK DI ERA PERKEMBANGAN TEKNOLOGI

Dari Bedah Kasus Berita Ramah Anak

Riau Disalai Asap

Sang Inspirator, Penyambung Asa Anak Nagari

"PERTAHANKAN BISNIS LNG, 100% UNTUK NEGARA"

"Off The Record" dan Tantangannya

JEJAK BERDIRINYA ARKANIS - PERUBAHAN

Sepak Terjang Syamsuar, Selain Putra Asli Nan Religi, Juga Pamong Birokrat Riau

virgin hair diamond jewelry

Copyright 2013 - 2020 PT. FAKTAPOST MEDIA CITRA, All Rights Reserved
[ REDAKSI & MANAJEMEN ]