SISTIM OUTSOURCING DALAM KONTEK HUBUNGAN INDUSTRIAL
Senin, 02/06/2014 - 17:14:42 WIB
Oleh: Bambang Priyanto.SH
I.PENDAHULUAN
Perkembangan Hukum ketenagakerjaan di Indonesia tidak lepas dari perkembangan hukum ketenagakerjaan International , International Labour Organization (ILO) secara ketat akan mengontrol Negara-negara yang telah melakukan rativikasi hukum ketenagakerjaan/perburuhan yang berlaku bagi semua Negara -negara yang ada di dunia ini , termasuk Indonesia .
Negara-negara yang telah merativikasi konvensi ILO tentu akan dikontrol secara ketat oleh ILO terhadap segala perlakuan terhadap pekerja/buruh dinegara tersebut . Begitu juga dengan Negara kita Indonesia dalam setiap mengeluarkan produk Hukum ketenagakerjaan/perburuhan tentu selalu mendapat asistensi dari ILO melalui perwakilan ILO di Jakarta
Pemerintah Indonesia dari tahun ketahun juga mengalami perkembangan dalam memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh,namun demikian segala bentuk kebijakan dan aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tentu tidak luput dari pengaruh politik Negara saat itu , sehingga otomatis Negara yang belum mengalami kemapanan dalam bidang perekonomian tentu kebijakan yang dikeluarkan akan mengalami sedikit instabilitas bahkan pengaruh dari luar sangat kentara ,ambil contoh pada saat Indonesia masih dililit hutang dengan International Moneter Found (IMF) maka kebijakan perekonomian yang dikeluarkan oleh pemerintah senantiasa dibawah bayang-bayang IMF dapat kita ilustrasikan pada waktu itu IMF mendorong pemerintah Indonesia segera mengeluarkan percepatan dalam pengembalian hutang,sehingga kebijakan pemerintah pada masa itu membuka pintu lebar-lebar infestor asing untuk melakukan investasi di Indonesia atau melakukan Joint venture dengan mitra dalam negeri sehingga pemerintah memberikan izin pembukaan perusahaan-perusahaan yang memakai bahan baku alam seperti industri pulp, industri mouldding, plywood dan lain sebagainya, begitu juga diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan infestasi pembukaan kebun kelapa sawit baik dilahan bekas HPH non Gambut maupun yang berada diatas lahan Gambut , kebijakan pemerintah saat itu sah-sah saja namun jika kita lihat kondisi saat ini dimana terjadi pemanasan Global dan masyarakat dunia menuding Indonesia sebagai perusak Hutan Alam dan perusak hutan dilahan Gambut yang berakibat terjadi pemanasan Global (Global Warming). Kebijakan Pemerintah masa itu juga tidak luput peran asing yang mendorong pemerintah Indonesaia membuat kebijakan seperti itu.
Kala itu kebijakan pemerintah masih dianggap Oke-Oke saja , tapi jika ditilik kondisi saat ini tentu akan sebaliknya pemerintah tidak berpihak kepada kelestarian hutan .
Begitu juga dibidang perburuhan pemerintah bersama DPR antara lain telah mengundangkan Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 ,yang kala itu dianggap menguntungkan pekerja oleh kalangan Pengusaha , namun ditengah perjalanan para pekerja/buruh merasa dirugikan dengan klausula-klausula yang oleh pekerja/buruh dianggap merugikan seperti pengaturan masalah pemborongan pekerjaan dan penyedia jasa pekerjaan atau yang dikenal saat ini dengan istilah outsourcing.
Terminologi outsourcing sebenarnya hanya dikenal dalam KUH Perdata tepatnya pada pasal 1601 b yang mengatur perjanjian dimana pihak (pertama) pemborong mengikatkan diri untuk membuat suatu kerja tertentu bagi pihak lain ,yang memborong dengan menerima bayaran tertentu. Secara politik "Outsourcing dikembangkan untuk membuka lapangan usaha bagi para usaha kecil dan menengah serta pemerataan kesempatan berusaha, sehingga pada saat itu muncul istilah Bapak angkat dibidang usaha.
Outsourcing menimbulkan pertentangan ketika praktek outsourcing sengaja dimaksudkan untuk menekan biaya pekerja/buruh sedemikian rupa sehingga perlindungan dan syarat kerja yang diberikan jauh dibawah dari yang diberikan kepada pekerja atau buruh tetap.
Praktek-praktek seperti ini yang menjadikan kalangan serikat pekerja/serikat buruh terkooptasi dengan pemikiran bahwa Outsourcing tidak memberikan perlindungan yang memadai terhadap pekerja ,istilah yang ekstrim Outsourcing identik dengan perbudakan modern.
II. Landasan Hukum
1. Pengaturan Outsourcing yang secara explicit tidak tertera dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 ,namun secara implicit tertera dalam Pasal 64,65 dan 66
.
III. UNTUNG RUGI OUTSOURCING
Praktek Outsourcing dalam bahasa Undang-Undang yang dimaksudkan agar ada perangkat Hukum untuk mengaturnya ,kondisi ini akan berjalan dengan baik sepanjang adanya kesadaran semua pihak dengan penuh tanggung jawab untuk memenuhi dan melaksanakan tidak saja isi tapi juga perlu adanya semangat dan tanggung jawab bersama .Kalangan pekerja/buruh memandang Outsourcing tidak lebih dari istilah bentuk exploitasi sementara pandangan kalangan pengusaha punya anggapan outsourcing sebagai hal yang wajar-wajar saja Alasan pengusaha menganggap outsourcing sebagai hal yang wajar-wajar dengan pertimbangan outsourcing diserahkan pada ahlinya ,hal ini punya pertimbangan proses dan mekanisme menjadi lebih efisien ,penyelesaian pekerjaan menjadi lebih professional dan hasil akhir memuaskan pelanggan (Konsumen) . Ambil contoh Dalam manajemen logistic kita salah satu perusahaan Petrokimia Nusantara melakukan outsourcing pada TNT Logistik Indonesia pada saat melakukan Distribusi pemasarannya, Perusahaan Petrokimia itu sendiri focus pada produksi Petrokimia, sementara perusahaan konsentarasi pada produksi Petrokimia atau focus pada produk utamanya sementara untuk distribusi ke konsumen diserahkan /dioutsourcingkan pada perusahaan lain .
Namun Outsourcing yang tidak layak dilihat dari sisi business menurut definisi Barney apabila perusahaan memenuhi empat unsure yaitu :
1. Perusahaan mempunyai nilai (Valuable),
2. Hasil produksinya Jarang terdapat di pasaran ( Rare)
3. Produknya sulit untuk diimitasi /dijiplak perusahaan lain
4. Sulit digantikan untuk mendapatkan/menghasilkan kinerja yang terbaik, Artinya perusahaan yang bergerak pada sektor tertentu dan memenuhi empat syarat tersebut diatas maka tidak layak untuk mengoutsourcingkan pekerjaannya .
Namun begitu ditelusuri kenapa perusahaan tersebut mengoutsourcingkan pekerjaanya ,mereka menjawab bahwa perusahaan ingin menciptakan lapangan pekerjaan seluas mungkin serta memberi peluang bertumbuhnya pengusaha-pengusaha baru , mereka juga punya pandangan pola outsourcing yang dijalankannya menjamin efisiensi demi meningkatkan daya saing perusahaannya. Tujuan perusahaan adalah aktivitas perusahaan bisa dicurahkan ke Core businessnya ,dengan pertimbangan apabila perusahaan konsentrasi pada bisnisnya maka daya saing menjadi tinggi dan akan menjamin daya tahan perusahaan dalam persaingan global . Pola kerja Outsourcing menjamin efisiensi dan daya kompetitif perusahaan artinya Fixed cost berubah menjadi variable cost .
Alasan perusahaan dipandang dari sisi business boleh-boleh saja dengan alasan tuntutan bisnis tapi sikap perusahaan apabila dilihat dari sisi pandang pekerja/buruh tentu jelas cukup merugikan hal ini bisa terjadi karena pola kerja outsoucing ini memperlemah posisi pekerja/buruh. Perlindungan terhadap pekerja/buruh dalam masalah hak dan pengupahan/kesejahteraan menjadi sangat rentan dan lemah.
Kalangan Pekerja /Buruh mempunyai anggapan yang skeptis ,posisi pekerja/buruh sangat lemah dan tidak diuntungkan karena pekerja/buruh hanya dibutuhkan pada saat menguntungkan sementara kalau sudah tidak efisien buruh tidak dipakai lagi , walhasil kepastian masa depan dan hak-hak pekerja/buruh menjadi berkurang .
Pola kerja outsourcing hanya dimafaatkan pengusaha sebagai trik atau strategi untuk melepaskan diri dari tanggung jawab dan kewajiban tertentu apabila pekerja/buruh diakhiri hubungan kerjanya ,mengingat status hubungan kerja pekerja/buruh ini berstatus PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu).
Sikap pekerja/buruh tentang skeptisnya Perlindungan pekerja /buruh outsourcing semestinya tidak perlu dibesar-besarkan dengan pertimbangan ketentuan Pasal 64 dan 65 ayat 3 dan 4 sudah cukup jelas , pasal 65 ayat 4 menyebut "Perlindungan kerja dan syarat-syarat bagi pekerja/buruh sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku"
Memang kita menyadari bahwa ketentuan yang ada dalam Pasal 59 ayat 2 Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 yang menyebutkan " Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk semua pekerjaan yang bersifat tetap" tapi praktek dilapangan kita melihat Tenaga Security , Tenaga Kasir, bahkan tenaga pembukuan di perbankkan adalah tenaga yang keberadaanya selalu ada sepanjang perusahaan itu beroperasi , mereka menjadi tenaga kerja yang dioutsourcingkan" ,dengan demikian kriteria untuk pekerjaan yang dioutsourcing dilihat dari sifat yang sementara menjadi tidak relevan lagi, kenyataan dilapangan praktek outsoucing di sektor perbankan sudah berlangsung lama bahkan muncul sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 .
IV. Peran Pegawai Pengawas
Untuk mendudukkan posisi outsoucing pada jalan yang benar artinya pekerja-buruh tidak dirugikan dan pengusaha melakukan tindakan outsourcing sesuai mekanisme dan aturan yang diatur dalam Undang-Undang 13 tahun 2003, maka peran pegawai pengawas sangat dominan dan penting , penegakan hukum dan pola pengawasan semestinya dilakukan secara kontinyu ,khususnya pegawai pengawas yang berada di Kabupaten/Kota dimana posisi Locus delikti berada.
Semestinya Pengantar Kerja yang berada di Kabupaten/Kota melihat alur kerja dari Perusahaan yang akan melakukan Outsoursing sebelum mengeluarkan rekomendasi kepada perusahaan dimaksud . Peran Pegawai Pengawas menjadi dominan ketika Perusahaan itu sudah efektif berjalan ,tindakan penegakan hukum semestinya harus segera dijalankan ketika menemukan indikasi pelanggaran demi memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh .
V. Kesimpulan
Praktek outsourcing yang menjadi silang pendapat semestinya harus dilakukan pembedaan,yaitu outsourcing terhadap pekerjaan dan outsoucing pekerja, semestinya pekerja/buruh yang dioutsourcing harus menerima harga yang tinggi, artinya pekerja/buruh semestinya mendapat upah yang jauh diatas pekerja/buruh dengan status tetap.
Praktek outsoursing yang sudah menjadi tuntutan bisnis apabila dijalankan dengan benar selain dapat mengatasi pengangguran juga memberi kemudahan bagi karyawan dengan status Perjanjian Kerja waktu tertentu (PKWT) atau lebih dikenal dengan status pekerja/buruh kontrak untuk mengatur keuangan yang didapatkan untuk masa depan mereka.
Semestinya perusahaan dengan pola outsourcing tetap memberikan perlindungan kepada pekerja/buruhnya ,jangan hanya berorientasi profit semata. Praktek Outsoursing disektor perbankan sudah menjalankan praktek ini dimana pekerja/buruh mendapatkan hak perlindungan berupa jaminan hari tua berupa pensiun ,semoga perusahaan lain juga memberika proteksi seperti ini.
Penulis: Bambang Priyanto.SH
Telah dibaca sebanyak (2848) kali