19:33 | Nama Pohon Andalas Diambil Jadi Nama Pulau Sumatera - 19:32 | Kabut Asap Berdampak Ke Sumatera Barat - 19:32 | Bupati Irdinansyah Ajak Masyarakat Hindari Dampak Buruk Kabut Asap - 19:32 | 45 Anggota DPRD Bengkalis Resmi Dilantik - 19:31 | Bupati Amril Hadiri Pelantika Anggota DPRD Bengkalis Masa Jabatan 2019-2024
Jum'at, 26 April 2024
Follow:
OPINI
OLEH: BAMBANG PRIYANTO, SH
KEBEBASAN BERSERIKAT DAN LEGALITAS BAGI PEKERJA/BURUH DALAM BERORGANISASI
Senin, 27/02/2017 - 17:49:08 WIB
TERKAIT:
   
 

FAKTAPOST.COM: Konvensi ILO Nomor 87 Tahun 1948 memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh untuk berorganisasi , sehingga pekerja/buruh tanpa perlu adanya kecemasan,ketakutan adanya campur tangan dari institusi publik baik itu pemerintah ,aparatur keamanan ataupun organisasi-organisasi lain .

Kebebasan berserikat merupakan perubahan yang cukup maju dalam membawa perubahan dalam tonggak sejarah pergerakan Serikat Pekerja/serikat buruh di Indonesia ,walhasil dengan dilakukan ratifikasi konvensi ILO Nomor 87 tahun 1948 tentang kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk berorganisasi  pada tanggal 9 Juni 1998 ,di Indonesia mengalami suatu kemajuan yang cukup dahsyat karena pada awalnya kita hanya mengenal single union , dan larangan berserikat bagi pekerja/pegawai BUMN/BUMD dan Pegawai Negeri Sipil /Aparatur Sipil Negara (ASN).

Tujuan Konvensi ILO Nomor 87 tahun 1948 antara lain memberikan jaminan kepada kalangan pekerja/buruh dan pengusaha akan kebebasan untuk mendirikan dan menjadi anggota organisasinya,demi kemajuan dan kepastian dari kepentingan-kepentingan pekerjaan mereka ,tanpa campur tangan dan keterlibatan pemerintah/negara .

Organisasi Pekerja/buruh dan organisasi Pengusaha berhak membuat anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya secara bebas memilih wakil-wakilnya ,mengelola administrasi dan aktifitasnya serta dapat merumuskan program-programnya.   Dan Pemerintah harus mencegah  adanya campur tangan yang dapat membatasi hak-hak mereka atau menghambat praktek-praktek hukum yang berlaku antara lain :

1.    Bebas dalam menjalankan fungsi mereka termasuk dalam melakukan negoisasi dan perlindungan akan kepentingan - kepentingan pekerja/buruh.

2.    Bebas dalam menjalnkan AD/ART atau aturan lain ,memilih perwakilan mereka,mengatur dan melaksanakan berbagai program aktifitasnya;

3.    Mandiri dalam menjalankan finansial serta mempunyai perlindungan atas aset-aset dan kepemilikan mereka;

4.    Bebas dari ancaman pemecatan dan skorsing tanpa proses hukum yang jelas atau mendapatkan kesempatan untuk mengadukan ke badan hukum yang independen dan tidak berpihak .

5.    Bebas untuk mendirikan dan bergabung dengan federasi atau konfederasi sesuai dengan pilihan mereka ,bebas untuk berafliasi dengan organisasi pekerja/buruh international.

6.    Bebas mendirikan organisasi tanpa harus meminta persetujuan dari institusi publik yang ada; tidak adanya larangan untuk mendirikan lebih dari satu organisasi di satu perusahaan, atau institusi publik, atau berdasarkan pekerjaan, atau cabang-cabang dan kegiatan tertentu ataupun serikat pekerja nasional untuk tiap sektor yang ada;

7.    Bebas bergabung dengan organisasi yang diinginkan tanpa mengajukan permohonan terlebih dahulu;

8.    Bebas mengembangkan hak-hak tersebut diatas tanpa pengecualian apapun, dikarenakan pekerjaan, jenis kelamin, suku, kepercayaan, kebangsaan dan keyakinan politik.
Implementasi dari konvensi itu juga memastikan bahwa pegawai negeri /Aparatur Sipil Negara (ASN)  dan pegawai BUMN/BUMD memiliki hak untuk kebebasan berserikat dan perlindungan hak berorganisasi.

Sejalan dengan ratifikasi Konvensi ILO tersebut pemerintah Indonesia mengesahkan UU No. 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Undang-undang ini 21 Tahun 2000 menjamin:

1.    hak pekerja untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja (Pasal 5 ayat 1: setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh)

2.    hak serikat pekerja untuk melindungi, membela dan meningkatkan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya; dan

3.    perlindungan terhadap pekerja dari tindakkan diskriminatif dan intervensi serikat pekerja (pasal 28 " siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerj/serikat buruh dengan cara:

(a) melakukan PHK, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;

 (b) tidak dibayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;

 (c) melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;

 (d) melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh. Pasal ini dikuatkan melalui pasal 43 bilamana melanggar pasal 28 "….dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,0 (seratus juta) dan paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta)

Kebebasan Berserikat dan Legalitas Organisasi SP/SB

Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh  jo Pasal 2 ayat (1) Kepmenakertrans. No.Kep-16/Men/2001, bahwa pengurus suatu serikat pekerja yang telah terbentuk (baik pada tingkat pimpinan unit kerja (PUK) ,basis , serikat pekerja tingkat perusahaan (SPTP), maupun Federasi atau Konfederasi harus memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang membidangi  ketenagakerjaan di Kabupaten / Kota setempat sesuai domisilinya untuk dilakukan pencatatan.

Atas dasar pemberitahuan dimaksud, instansi yang membidangi Ketenagakerjaan Kabupaten/kota  yang bersangkutan wajib mencatatkan dan memberikan nomor bukti pencatatan. Dalam kaitan ini, termasuk pencatatan kepengurusan dan/atau penggantian kepengurusan.

Sehubungan dengan ketentuan tersebut di atas, prosedur pencatatan pengurus serikat pekerja baik dari tingkat perusahaan baik pada tingkat PUK ,basis atau SPTP, atau Federasi,Konfederasi pada tingkat kabupaten/kota dan Propinsi maupun sampai di tingkat pusat, pada dasarnya  pencatatannya dan pemberitahuan untuk kepengurusan PUK,Federasi dan Konfederasi cukup dilakukan sekali di instansi Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota setempat setelah pendirian serikat pekerja dimaksud.

Pencatatan tersebut sudah meliputi dan termasuk pencatatan perangkat-perangkatnya  di unit kerja / unit usaha pada daerah atau wilayah Kabupaten/Kota lainnya.
 
Dalam hal pelaporan dan pencatatan atas penggantian kepengurusan serikat pekerja undang-undang tidak terlalu jauh mengaturnya. Oleh karena itu diserahkan pada pihak serikat pekerja untuk mengatur secara detail dalam Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga yang tentunya mengikat ke dalam dan ke luar organisasi.

 Kebutuhan jajaran pimpinan suatu serikat pekerja/serikat buruh dan termasuk  perangkat organisasi serta kepengurusannya di Federasi dan Konfederasi  sangat tergantung kebutuhan dan kepentingan serta luasan cakupan wilayah organisasi.

Jika dianggap perlu, pembentukan perangkat organisasi serikat pekerja ,federasi dan konfederasi disesuaikan dengan kebutuhan dimaksud. Namun sebaliknya, jika dianggap belum perlu  dan tidak penting, terlebih jika belum ada atau belum memadai jumlah anggotanya, tentunya belum  perlu ada perangkat organisasi yang harus dibentuk seperti perangkat  organisasi Federasi dan konfederasi.

Organisasi dengan kepengurusan Ganda
Dalam hal terjadi perpecahan kepengurusan suatu serikat pekerja maka perpecahan tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu secara internal organisasi. Bahkan jika perlu, bisa melibatkan pihak ketiga yang dianggap independen dan bisa memberikan solusi penyelesaian secara tuntas. Namun jika dengan berbagai alternatif penyelesaian tidak dapat disepakti dan sudah pada titik "buntu" (deadlock), maka upaya terakhir adalah menyelesaikan melalui forum peradilan. Dalam hal ini peradilan umum, bukan pengadilan hubungan industrial (PHI) (vide Pasal 2 jo Pasal 1 angka 1 UU No.21/2004).

Dalam penyelesaian perselisihan tersebut, selama belum ada putusan Pengadilan yang "inkracht" mempunyai kekuatan hukum mengikat (final and binding), maka selama itu tetap status quo.
Dengan demikian, jika suatu Serikat Pekerja terpecah dan masing-masing kubu tetap berpendirian masing-masing dan "ngotot" menggunakan atribut yang sama, maka yang sah menurut hukum adalah "serikat pekerja" dan "pengurus organisasi sp/sb " yangmasih sah tercatat dan dipilih berdasarkan Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga.

Syarat mutlak sah atau tidaknya suatu serikat pekerja adalah keabsahan pencatatannya. Kemudian, siapa pengurus yang sah dan berhak serta berwenang dan bertanggung-jawab mengurus serikat pekerja, sangat tergantung dari aturan main dalam Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga serikat pekerja yang bersangkutan.

Dalam kaitan ini, undang-undang tidak terlalu jauh mencampuri urusan internal serikat pekerja, akan tetapi aturan main ke dalam anggaran rumah tangga  (ART) maupun aturan main yang mengikat keluar dan ke dalam (AD) harus mengatur lebih jauh (detail) dan mendalam hal-hal yang mungkin dapat menimbulkan konflik.**


Oleh: Bambang Priyanto*
*Mediator Hubungan Industrial



Telah dibaca sebanyak (4102) kali
Index Opini
SANKSI PELANGGAR HUKUM KETENAGAKERJAAN

UPAH MINIMUM PROVINSI RIAU TAHUN 2020

JURNALISTIK DI ERA PERKEMBANGAN TEKNOLOGI

Dari Bedah Kasus Berita Ramah Anak

Riau Disalai Asap

Sang Inspirator, Penyambung Asa Anak Nagari

"PERTAHANKAN BISNIS LNG, 100% UNTUK NEGARA"

"Off The Record" dan Tantangannya

JEJAK BERDIRINYA ARKANIS - PERUBAHAN

Sepak Terjang Syamsuar, Selain Putra Asli Nan Religi, Juga Pamong Birokrat Riau

virgin hair diamond jewelry

Copyright 2013 - 2020 PT. FAKTAPOST MEDIA CITRA, All Rights Reserved
[ REDAKSI & MANAJEMEN ]