19:33 | Nama Pohon Andalas Diambil Jadi Nama Pulau Sumatera - 19:32 | Kabut Asap Berdampak Ke Sumatera Barat - 19:32 | Bupati Irdinansyah Ajak Masyarakat Hindari Dampak Buruk Kabut Asap - 19:32 | 45 Anggota DPRD Bengkalis Resmi Dilantik - 19:31 | Bupati Amril Hadiri Pelantika Anggota DPRD Bengkalis Masa Jabatan 2019-2024
Selasa, 19 Maret 2024
Follow:
 
FAKTA POST / Sosial Budaya
(Pemberangusan Serikat Pekerja/Serikat Buruh)
MENCERMATI APA ITU UNION BUSTING

Jumat, 14/10/2016 - 16:26:08 WIB
Bambang Priyanto. SH
TERKAIT:
   
 

FAKTAPOST.COM:Union busting atau pemberangusan serikat buruh adalah suatu praktik di mana perusahaan atau pengusaha berusaha untuk menghentikan aktivitas serikat pekerja atau serikat buruh di wilayah perusahaannya. Upaya perusahaan dan pengusaha ini memiliki bentuk yang bermacam-macam dengan menggunakan berbagai macam cara dan alasan. Pada saat ini, jika praktik union busting semakin meningkat itu tak lain karena adanya pembiaran atau kelengahan yang dilakukan oleh pejabat atau instansi yang seharusnya menjaga dan mengawasi pelaksanaan hak berserikat bagi pekerja atau buruh yang dijamin konstitusi dan undang-undang.

Secara umum, union busting memiliki dua bentuk dasar. Pertama, perusahaan dan pengusaha berupaya mencegah pekerja atau buruhnya untuk membangun atau bergabung dengan serikat pekerja atau serikat buruh. Tindakan ini dilakukan agar perusahaan itu bebas melakukan eksploitasi tanpa adanya kontrol dari serikat pekerja atau serikat  buruh. Kedua, adalah berusaha melemahkan kekuatan serikat pekerja atau serikat buruh yang telah ada. Sanksi perusahaan bagi pengurus dan anggota, intimidasi dan tindakan diskriminatif adalah hal umum yang dilakukan untuk melemahkan serikat pekerja atau serikat buruh.

Praktek union busting atau pemberangusan serikat pekerja atau serikat buruh, adalah suatu praktek di mana perusahaan atau pengusaha berusaha untuk menghentikan aktivitas serikat pekerja atau serikat buruh di wilayah perusahaannya. Upaya perusahaan dan pengusaha ini memiliki bentuk yang bermacam-macam dengan menggunakan berbagai macam cara dan alasan, dari mengunakan cara-cara legal, illegal, bahkan sampai menyewa jasa konsultan untuk melakukan praktek union busting tersebut.

Konvensi ILO No. 87 ini juga menjamin perlindungan bagi serikat buruh untuk:

Bebas menjalankan fungsi organisasi, termasuk untuk melakukan negosiasi dan perlindungan akan kepentingan-kepentingan pekerja. Menjalankan AD/ART dan aturan lainnya, memilih perwakilan mereka, mengatur dan melaksanakan berbagai program aktivitasnya. Mandiri secara finansial dan memiliki perlindungan atas aset-aset dan kepemilikan mereka.

Bebas dari ancaman pemecatan dan skorsing tanpa proses hukum yang jelas atau mendapatkan kesempatan untuk mengadukan ke badan hukum yang independen dan tidak berpihak. Bebas mendirikan dan bergabung dengan federasi ataupun konfederasi sesuai dengan pilihan mereka, bebas pula untuk berafiliasi dengan organisasi pekerja internasional. Bersamaan dengan itu, kebebasan yang dimiliki federasi dan konfederasi ini juga dilindungi, sama halnya dengan jaminan yang diberikan kepada organisasi pekerja.

Dengan adanya jaminan hukum yang diberikan oleh UU No 21/2000 dan Konvensi ILO No. 87 harusnya praktik union busting sudah lenyap dari bumi Indonesia. Namun, pada kenyataannya hal yang sebaliknya justru terjadi. Praktik union busting semakin meningkat dan semakin mengkhawatirkan. Mengapa hal ini terjadi?

Saat ini, praktek union busting semakin meningkat karena adanya pembiaran yang dilakukan oleh pejabat (Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan) atau instansi yang seharusnya menjaga dan mengawasi pelaksanaan hak berserikat bagi buruh yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh seperti bunyi pasal 28 "Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:

1.    melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
2.    tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
3.    melakukan intimidasi dalam bentuk apapun ;
4.    melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh"
      Secara umum, praktek union busting memiliki dua bentuk dasar. Pertama, perusahaan dan pengusaha

Beberapa macam  Pola Union Busting
1. Menghalang-halangi pekerja /buruh untuk bergabung di dalam serikat pekerja/serikat buruh :

Sering ditemui manajemen perusahaan melarang pekerja atau buruhnya untuk bergabung di dalam serikat pekerja/serikat buruh. Selalu dipropagandakan, serikat tukang menuntut, membuat hubungan kerja tidak harmonis, dan lain sebagianya. Intinya mereka mau bilang serikat buruh adalah perongrong perusahaan.

2. Mengintimidasi

 Jika penghalang-halangan tidak berhasil, upaya lanjutan yang sering dilakukan adalah mengintimidasi atau menakut-nakuti pekerja/buruh. Saat bergabung dalam serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh diancam tidak mendapatkan promosi, tidak naik gaji, tidak mendapatkan bonus, tunjangan, tidak naik pangkat, diputus kontrak kerjanya, dan lain sebagainya. Bahkan dijumpai pula ada perusahaan yang menggunakan aparat negara  untuk menakut-nakuti pekerja/buruhnya di bagian security agar tidak bergabung menjadi anggota serikat.

5.    Memutasi pengurus atau anggota serikat

Untuk memecah kekuatan serikat, sering pula dilakukan tindakan mutasi atau pemindahan kerja secara sepihak. Kasus semacam ini umumnya dilakukan ketika serikat sedang memperjuangkan hak-hak buruh. Tidak tanggung-tanggung, kadang mutasi dilakukan hingga ke luar pulau. Tujuannya jelas, selain untuk melemahkan serikat pekerja/serikat buruh juga untuk menghancurkan mental pekerja/buruh, karena ia juga akan jauh dengan keluarganya.

6.    Surat Peringatan (SP 1,SP2 dan SP3)

Surat peringatan tergolong sebagai katagori sanksi ringan. Tujuannya agar aktivis serikat pekerja/serikat buruh  tidak lagi bergiat dalam membela kepentingan anggotanya. Jika surat peringatan diabaikan, biasanya pengusaha akan meningkatkan sanksinya menjadi skorsing dan bahkan kemudian PHK. Atau diberlakukan mekanisme Surat Peringatan Ke-1, Ke-2, dan Ke-3 yang berujung pada PHK.

7. Skorsing

Skorsing kerap diberikan kepada aktivis sebagai peringatan atas kegiatan serikat pekerja/serikat buruh yang dijalankannya. Jika skorsing diabaikan, lazimnya pengusaha akan meningkatkan sanksinya menjadi PHK.

8. Memutus hubungan kerja (PHK)

Ini cara lama tapi masih menjadi trend hingga sekarang. Anggota serikat pekerja/serikat buruh yang sering menjadi korban dari modus ini adalah yang berstatus pekerja/buruh kontrak . Dengan risiko hukum kecil dan biaya murah (tidak perlu mengeluarkan pesangon besar), tindakan ini kerap dijadikan pilihan favorit pihak manajemen. Dampaknya, pekerja/buruh lainnya tidak berani lagi untuk bergabung dalam serikat dan lambat-laun serikat pun menjadi gembos.

9. Membentuk serikat pekerja/serikat buruh Tandingan

Upaya ini dilakukan untuk menandingi keberadaan serikat pekerja/serikat buruh sejati. Tujuannya agar pekerja/buruh menjadi bingung, mau memilih serikat yang mana. Serikat tandingan  ini umumnya dikendalikan penuh oleh manajemen, termasuk orang-orang yang menjadi pengurusnya.

Cara mengenali serikat model ini sangat gampang. Biasanya mereka mendapatkan kemudahan dalam menjalankan aktivitasnya, sementara serikat pekerja/serikat buruh sejati selalu dihambat saat akan melakukan aktivitas. Tak terkecuali tidak mendapatkan izin untuk melakukan rapat di kantor. Pada beberapa kasus, serikat tandingan hanya dibentuk untuk menghancurkan serikat pekerja/serikat buruh yang ada. Setelah serikat tandingan selesai merekrut anggotakemudian pengurusnya akan meninggalkan organisasi. Anggota yang ada di serikat tandingan ditinggalkan begitu saja dan kebingungan menentukan arah. Sementara serikat yang lama bisa jadi sudah mati suri ditinggalkan anggotanya.

10. Membentuk pengurus tandingan dalam serikat pekerja/serikat buruh yang sama

Melakukan kudeta atas kepengurusan yang sah menjadi jalan untuk menggembosi serikat pekerja/serikat buruh daripada membentuk serikat tandingan. Pada umumnya upaya kudeta diawali dengan sebuah pencitraan negatif tentang figur ketua atau pengurus yang dilakukan secara intens dan terstruktur sehingga anggota percaya terhadap pencitraan tersebut. Setelah itu direkayasa agar anggota meminta sebuah musyawarah luar biasa untuk mengganti ketua dengan ketua yang baru. Setelah sang ketua baru terpilih, pada umumnya tidak banyak yang dia lakukan karena misinya adalah mengganti ketua yang lama.

Upaya kudeta bisa juga digagalkan jika sistem organisasi sudah berjalan dengan baik. Pengurus yang tersisa dengan dibantu oleh pengurus cabang/PUK lainnya dapat melakukan perlawanan, antara lain dengan cara memproses kudeta yang dilakukan ke kantor Dinas yang membidangi ketenagakerjaan /Disnaker setempat sehingga muncul fatwa tentang ketua yang sah.

11. Menolak diajak berunding PKB

Saat diajak berunding, pengusaha berdalih macam-macam. Kadang pengusaha beralasan mau mengecek dulu apakah anggota serikat pekerja/serikat buruh sudah memenuhi syarat 50%+1 dari total karyawan, kadang malah tidak mau berunding karena di dalam perusahaan terdapat dua  atau tiga serikat pekerja/serikat buruh. Padahal kita tahu serikat pekerja/serikat buruh yang satu atau  dua  adalah serikat boneka yang selalu membeo kepada pengusaha. Semua itu bertujuan agar buruh tidak memiliki Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

12. Tidak mengakui adanya Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah salah satu alat dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan bermartabat. Bagi serikat pekerja/serikat buruh , PKB adalah tujuannakhir  dari perjuangan membela hak dan kepentingan anggota. Langkah Pengusaha mengabaikan PKB dimaksudkan untuk meniadakan peranan serikat. Pada beberapa kasus, pengusaha melakukan penggantian PKB dengan Peraturan Perusahaan (PP) secara sepihak walaupun di perusahaan tersebut masih ada serikat buruh yang sah. Secara hukum langkah Pengusaha tersebut merupakan pelanggaran Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

13. Tidak memberikan pekerjaan

Salah satu upaya untuk meneror aktivis serikat secara mental adalah tidak memberi pekerjaan. Tetapi buruh ybs. harus tetap datang ke kantor dan mengisi daftar absensi. Memang upahnya selaku pekerja/buruh tetap dibayarkan, namun hal ini tentunya menimbulkan konflik pribadi dirinya dengan sesama pekerja/buruh. Seringkali aktivis serikat menjadi merasa terkucil karena kawan-kawan di lingkungannya sibuk bekerja sementara ia hanya duduk diam. Cara ini lazimnya digunakan untuk membuat aktivis serikat merasa frustasi sehingga tanpa diminta dia akan berhenti/mengundurkan diri.

14. Mengurangi hak/kesempatan

Salah satu pola yang juga sering diterapkan adalah tidak memberikan hak-hak previlage/istimewa  kepada buruh yang menjadi pengurus atau aktivis serikat pekerja/serikat buruh. Jika ada 2 orang yang posisi pekerjaannya sama, seringkali buruh yang menjadi pengurus/aktivis serikat pekerja/serikat buruh tidak menerima hak/tunjangan/fasilitas istimewa  yang diperoleh buruh lainnya yang tidak menjadi pengurus serikat pekerja/serikat buruh. Pengusaha kemudian membuat aturan khusus yang merupakan pembenar kenapa posisi pekerjaan pekerja/buruh yang pengurus serikat pekerja/serikat buruh tidak mendapat tunjangan seperti posisi lainnya yang setara dengannya.

15. Promosi yang merugikan

Pada  dasarnya pekerja/buruh bekerja untuk mencapai karir terbaik, Pengusaha memberikan kesempatan promosi pada posisi terbaik kepada pengurus serikat pekerja/serikat buruh sebagai iming-iming. Umumnya pengurus atau aktivis yang mendapatkan promosi mendadak dengan fasilitas yang menggiurkan merasa tidak enak hati mendapat promosi dari pengusaha sehingga diharapkan daya juangnya menurun dan selalu mengikuti arahan pengusaha.

16. Kriminalisasi

Dalam menjalankan kegiatan serikat pekerja /serikat buruh , sering ditemukan kasus dimana pengurus atau aktivis serikat pekerja/serikat buruh  dilaporkan Pengusaha kepada Kepolisian. Pasal-pasal yang kerap dituduhkan pada pengurus serikat pekerja/serikat buruh antara lain adalah "pasal karet/pasal sampah dalam KUHP" antara lain pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan dan fitnah. Kasus ini diperparah dengan belum adanya unit khusus di Kepolisian yang menangani masalah perburuhan. Sehingga penyelesaian masalahnya bergantung pada penyidik pada direktorat/unit yang menangani.

17. Mengadu domba pekerja/buruh

Pekerja /Buruh sangat mudah untuk diadu domba satu sama lain. Pengusaha melemparkan berbagai isu mulai dari isu kesejahteraan hingga black campaign yang mengesankan bahwa serikatpekerja/serikat buruh  telah dibawa ke arah yang salah, sehingga pekerja/buruh mengalami kebingungan. Dari kondisi ini diharapkan muncul suatu kondisi ketakutan yaitu takut terbawa-bawa dan rasa apatis untuk tidak lagi berjuang melalui organisasinya.

18. Doktrin anti serikat pekerja/serikat buruh dipelajari juga khusus oleh Pengusaha

Bukan hanya pekerja/buruh yang bersatu. Pengusaha juga bersatu melalui berbagai forum. Untuk pengusaha swasta kita mengenal Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), sementara untuk direksi BUMN saat ini muncul Forum Komunikasi Direksi BUMN. Jika buruh bersatu untuk memikirkan berbagai strategi mendapatkan hak anggotanya maka pengusaha pun pada umumnya memikirkan strategi apa yang tepat untuk menghancurkan serikat pekerja/serikat buruh  di perusahaannya.

Keberadaan serikat pekerja/serikat buruh yang kuat menjadi ancaman bagi pengusaha karena pekerja/buruh tidak mudah lagi dibohongi dan ditindas. Melihat maraknya praktik union busting yang menimpa berbagai serikat pekerja/serikat buruh serta adanya kesamaan jenis union busting yang diterapkan, bukan tidak mungkin saat ini pengusaha mempelajari secara khusus strategi union busting.

19. Politisasi

Pengusaha bisa saja melibatkan partai politik untuk membungkam gerakan buruh. Tidak jarang dengan mengatasnamakan partai politik tertentu sebagai "beking" dimaksudkan untuk membuat buruh takut.

20. Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Privatisasi BUMN menjadi salah satu upaya untuk menggembosi serikat pekerja/serikat buruh  karena melalui cara ini bisa jadi terjadi perubahan kepemilikan perusahaan. Dengan demikian, patut diwaspadai apakah pemilik baru tetap akan peduli dengan adanya serikatpekerja/serikat buruh. Belum lagi adanya ancaman perubahan status pegawai dari pegawai tetap menjadi kontrak/outsorcing yang akan melemahkan serikat pekerja/serikat buruh.

25. Perubahan status dari buruh tetap menjadi buruh kontrak/outsorcing

Dalam perkembangan terkini, sistem kerja kontrak dan outsourcing juga menjadi cara untuk memberangus serikat buruh. Perubahan status kerja ini menjadikan seorang buruh memiliki kesulitan untuk berorganisasi karena hubungan kerja menjadi bersifat hubungan individual dan bukan lagi hubungan kolektif. Kondisi ini pada akhirnya melemahkan buruh dan serikat buruh.

Mengapa melakukan union busting ?

Alasan mendasar mengapa perusahaan dan pengusaha melakukan union busting adalah karena mereka menganggap serikat pekerja/serikat buruh  bisa berpengaruh buruk bagi kelangsungan bisnis.

Tuntutan serikat pekerja/serikat buruh akan upah yang layak, kondisi dan keselamatan kerja yang sehat, dan peningkatan kesejahteraan bagi buruh merupakan hal yang merugikan bagi perusahaan karena perusahaan tidak lagi dapat mengumpulkan keuntungan sebesar-besarnya dengan mengorbankan buruh. Pendeknya, keberadaan serikat buruh mengganggu keleluasaan perusahaan dan pengusaha untuk membayar upah kaum buruh semurah-murahnya dan menelantarkan nasib kaum buruh.

Di Indonesia, sejak disahkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh setiap tindakan yang dapat dikategorikan sebagai union busting adalah merupakan tindak pidana yang dapat dihukum. Pasal 43 dalam undang-undang ini menyatakan:

Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.

Kebebasan berserikat adalah perubahan yang paling signifikan dalam tonggak sejarah perjuangan serikat pekerja/serikat buruh di Indonesia. Melalui ratifikasi Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi pada 9 Juni 1998, jaminan kepada buruh akan kebebasan untuk mendirikan dan menjadi anggota organisasi, demi kemajuan dan kepastian dari kepentingan-kepentingan pekerjaan mereka, tanpa sedikitpun ada keterlibatan negara dilindungi secara internasional. Jaminan kebebasan ini meliputi:

Kebebasan mendirikan organisasi tanpa harus meminta persetujuan dari institusi publik yang ada, tidak adanya larangan untuk mendirikan lebih dari satu organisasi di satu perusahaan, atau institusi publik, atau berdasarkan pekerjaan, atau cabang-cabang dan kegiatan tertentu ataupun serikat pekerja nasional untuk tiap sektor yang ada. Kebebasan untuk bergabung dengan organisasi yang diinginkan tanpa mengajukan permohonan terlebih dahulu. Kebebasan mengembangkan hak-hak di atas tanpa pengecualian apapun, dikarenakan pekerjaan, jenis kelamin, suku, kepercayaan, kebangsaan dan keyakinan politik.

Oleh :Bambang Priyanto.SH

virgin hair diamond jewelry

Copyright 2013 - 2020 PT. FAKTAPOST MEDIA CITRA, All Rights Reserved
[ REDAKSI & MANAJEMEN ]